liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI

Bahlil Soal IMF Minta RI Setop Larangan Ekspor Tambang: Standar Ganda

Logo

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia tidak setuju dengan rekomendasi Dana Moneter Internasional atau IMF terkait kebijakan larangan ekspor pertambangan Indonesia. Menurut Bahlil, IMF memiliki standar ganda untuk kebijakan hilirisasi pertambangan di negeri ini.

Seperti diketahui, IMF menyatakan pemerintah Indonesia perlu mengevaluasi kebijakan larangan ekspornya. Pasalnya, aturan ini dinilai akan mengurangi pendapatan negara dari segi pajak, minimnya penciptaan lapangan kerja, dan pembalasan perdagangan dari negara lain.

“Saya ingin menjelaskan satu per satu pemikiran IMF bahwa pemikiran mereka salah. IMF mungkin sedang tidur,” kata Bahlil di kantornya, Jumat (30/6).

Menurut Bahlil, hilirisasi pertambangan telah meningkatkan pendapatan negara. Hal itu terlihat dari lonjakan nilai ekspor nikel selama 2016-2017 sekitar US$ 3,3 miliar menjadi US$ 30 miliar pada 2022.

Selain itu, Bahlil menilai perkembangan positif defisit neraca perdagangan dengan China juga membaik menyusul hilirisasi. Menurut dia, defisit neraca perdagangan dengan China pada 2016-2017 mencapai US$ 18 miliar, namun angka itu berubah menjadi surplus pada kuartal I 2023 menjadi US$ 1 miliar.

Terakhir, investasi asing langsung atau FDI ke dalam negeri tumbuh dua digit sejak larangan ekspor nikel diberlakukan. Menurutnya, FDI di sektor manufaktur pada kuartal I 2023 meningkat lebih dari 20% secara tahunan.

“Ini merupakan bentuk kepercayaan masyarakat global terhadap Indonesia dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan ekonomi termasuk reformasi yang menghambat investasi,” ujar Bahlil.

Mengenai argumentasi IMF tentang minimnya lapangan kerja, Bahlil menjelaskan bahwa daerah-daerah yang banyak ditambang mineral kritis diuntungkan oleh hilirisasi pertambangan. Pasalnya, fasilitas pemurnian beberapa mineral kritis dibangun di dekat lokasi tambang.

Bahlil mencontohkan pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah. Kementerian Keuangan mencatat pertumbuhan ekonomi Maluku Utara melonjak 22,94% secara tahunan hingga akhir tahun 2022. Sementara itu, Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah mencapai 15,17%.

“Peluang kerja sudah tercipta di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Pertumbuhan ekonomi selalu mendahului pertumbuhan ekonomi nasional. Jadi sangat tidak rasional, bahkan saya mempertanyakan data IMF,” ujar Bahlil.

Terkait pandangan bahwa kebijakan pelarangan ekspor akan merugikan negara lain, Bahlil mengatakan negara lain tidak memikirkan Indonesia saat krisis ekonomi 1998. Apalagi, kata Bahlil, ia justru memberikan rekomendasi ekonomi yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi negara.

Karena itu, Bahlil menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat setelah pemerintah menerima rekomendasi IMF. Setelah proposal ini dibuat, ekonomi Indonesia masih berjuang untuk pulih dari krisis tahun 1998.

“Bahkan saya sebenarnya mempertanyakan apa maksud IMF menyampaikan pandangannya terhadap kebijakan larangan ekspor Indonesia?” dia berkata.

Di sisi lain, Bahlil menduga IMF membuat laporan tanpa membaca komunikasi KTT G20 Indonesia 2022. Menurutnya, paragraf 37 Komunikasi KTT G20 Indonesia 2022 telah menyatakan bahwa hilirisasi adalah keputusan masing-masing negara untuk mengelola perekonomiannya secara mandiri.

Bahlil menilai KTT G20 2022 menyepakati setiap negara dapat membuat strategi hilirisasi secara mandiri dalam mengelola sumber daya alamnya. Menurutnya, perjuangan untuk memasukkan klausul ini dalam Komunike KTT G20 2022 tidak akan mudah.

Minat Industri

Bahlil menjelaskan, kriteria utama suatu negara untuk memperoleh status negara maju adalah proses industrialisasi, bukan pendapatan per kapita negara. Bahlil mencontohkan hal ini di Uni Emirat Arab dan Korea Selatan.

Menurut dia, pendapatan per kapita Uni Emirat Arab melebihi US$ 40.000 per tahun, sedangkan Korea Selatan belum mencapai US$ 30.000 per tahun. Namun, Korea Selatan sudah menjadi negara maju, sedangkan Uni Emirat Arab masih menjadi negara berkembang.

Sedangkan pendapatan per kapita Indonesia pada 2022 sebesar US$ 4.783. Seperti diketahui, batas bawah pendapatan per kapita negara yang disebut sebagai negara maju adalah US$ 11.906 per tahun.

Bahlil mengatakan perbedaan mendasar antara Uni Emirat Arab dan Korea Selatan adalah industrialisasi. Sekadar informasi, salah satu industri yang dipimpin Korea Selatan adalah semikonduktor.

Bahlil menyampaikan kebijakan pelarangan ekspor dan tingkat komponen dalam negeri merupakan bagian dari industrialisasi. Hal ini karena negara-negara maju saat ini menerapkan larangan ekspor di masa lalu.

Beberapa negara yang dirujuk Bahlil adalah Inggris pada abad ke-16, Amerika Serikat pada 1930-an, China pada 1980-an, dan Finlandia pada 1986. “Apakah kita harus mengikuti jejak IMF yang menurut saya kurang tepat? Saran saya kepada IMF, berikan rekomendasi untuk negara-negara yang masih gagal. Utang kami sudah diselesaikan dengan IMF,” kata Bahlil.

Reporter: Andi M. Arief