
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor batu bara pada Januari 2023 mencapai 26,1 juta ton dengan nilai US$ 3,4 miliar atau sekitar Rp 51,6 triliun. Total ekspor pada awal tahun menyumbang 5,03% dari kuota ekspor batu bara tahunan sebesar 518 juta ton.
China menjadi eksportir terbesar dengan membeli 5,9 juta ton batu bara Indonesia senilai US$ 680 juta atau sekitar Rp 10,3 triliun. Total pengapalan tersebut setara dengan 8,4% dari total ekspor sepanjang 2022 sebesar 69,69 juta ton.
India berada di urutan kedua dengan total pembelian 5,5 juta ton senilai US$ 425 juta atau sekitar Rp 6,4 triliun. Pemotongan ini setara dengan 5% dari total ekspor batu bara Indonesia sebesar 110 juta ton pada 2022.
Berikutnya, Korea Selatan dengan ekspor 3,1 juta ton senilai US$ 321 juta atau setara Rp 4,8 triliun. Jumlah tersebut sekitar 12,3% dari total pengiriman batubara Indonesia ke Negara Gingseng pada tahun 2022 sebesar 25,2 juta ton. Lalu ada Filipina dan Jepang dengan pengapalan masing-masing 2,6 juta ton dan 2,4 juta ton.
BPS juga melaporkan, ekspor komoditas pertambangan pada Januari 2023 meningkat lebih dari dua kali lipat secara tahunan, atau dibandingkan Januari tahun sebelumnya. Nilai ekspor pertambangan pada Januari 2023 tercatat US$ 4,81 miliar, meningkat 121,46% dibandingkan US$ 2,17 miliar pada Januari 2022.
Kendati demikian, angka ekspor tercatat turun 12,66% dari US$ 5,5 miliar dibandingkan Desember atau bulanan.
“Ekspor hasil tambang dan lainnya meningkat 121,46% yang disumbang oleh peningkatan ekspor batu bara,” tulis laporan BPS dalam berita resmi statistik ekspor impor Indonesia Januari 2023 pada Rabu (15/2).
Deputi Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengatakan, terjadi penurunan kinerja ekspor batu bara pada Januari 2023 dibandingkan bulan sebelumnya, dimana dari sisi volume turun menjadi 26,2 juta ton, sedangkan harganya berada di US$ 317,99 per ton.
“Untuk komoditas batu bara, (penurunan kinerja ekspor) bukan hanya karena penurunan volume tapi juga penurunan harga,” ujarnya dalam jumpa pers.
Penurunan volume ekspor batu bara terjadi karena berkurangnya permintaan dari China yang merupakan salah satu pasar utama ekspor batu bara Indonesia seiring dengan musim dingin yang lebih hangat dan peningkatan produksi batu bara China.
Sementara itu, permintaan dari Eropa juga menurun karena pasokan gas alam yang besar menyebabkan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) berkurang.