
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekspor pertambangan dan komoditas lainnya pada Januari 2023 naik lebih dari dua kali lipat secara tahunan, atau dibandingkan Januari tahun sebelumnya.
Nilai ekspor pertambangan dan lainnya pada Januari 2023 tercatat sebesar US$4,81 miliar, meningkat 121,46% dibandingkan US$2,17 miliar pada Januari 2022. Namun jika dibandingkan dengan Desember atau secara bulanan, ekspor mencatat penurunan sebesar 12,66 % dari US$ 5,5 miliar .
“Ekspor pertambangan dan produk lainnya meningkat 121,46% yang disumbang oleh peningkatan ekspor batu bara,” tulis laporan BPS dalam berita resmi statistik ekspor impor Indonesia Januari 2023, Rabu (15/2).
Menurut data BPS, sepanjang tahun 2022 ekspor komoditas batu bara dengan kode HS 2701 yaitu batu bara, briket, ovoid dan bahan bakar padat sejenis berbahan dasar batu bara mencapai 360,28 miliar ton dengan nilai US$ 46,74 miliar.
Dari sisi volume ekspor batubara sepanjang tahun 2022 hanya meningkat sebesar 14,83 juta ton atau 4,29%. Namun, nilainya melonjak menjadi US$ 20,21 miliar atau 76,15%. Peningkatan nilai ekspor ini didorong oleh tingginya harga batu bara sepanjang tahun 2022.
Sebagai informasi, harga batu bara dunia mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada Oktober 2022 sebesar US$ 403 per ton. Harga terus terkoreksi hingga akhir tahun hingga 2023, namun masih di atas US$ 200 per ton.
Deputi Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengatakan, terjadi penurunan kinerja ekspor batu bara pada Januari 2023 dibanding bulan sebelumnya, dimana dari sisi volume turun menjadi 26,2 juta ton, sedangkan harganya berada di US$ 317,99 per ton.
“Untuk komoditas batu bara, (penurunan kinerja ekspor) bukan hanya karena penurunan volume tapi juga penurunan harga,” ujarnya dalam jumpa pers.
Penurunan volume ekspor batu bara terjadi karena berkurangnya permintaan dari China yang merupakan salah satu pasar utama ekspor batu bara Indonesia seiring dengan musim dingin yang lebih hangat dan peningkatan produksi batu bara China.
Sementara itu, permintaan dari Eropa juga menurun akibat pasokan gas bumi yang besar sehingga penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Menurut laporan analis komoditas internasional, Kpler, permintaan batubara Eropa pada Januari turun menjadi 8,16 juta ton dibandingkan 8,75 juta ton pada Desember. Padahal dalam laporan terbaru, pengapalan pada Februari tercatat hanya 6,61 juta ton.
Senada dengan itu, impor batu bara China pada Januari tercatat sebesar 20,24 juta ton, turun dari 23,81 juta ton pada Desember 2022. Sedangkan pada Februari, impor kembali turun menjadi hanya 13,41 juta ton.