Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi nilai ekspor bijih dan konsentrat tembaga pada triwulan I 2023 mencapai US$ 1,49 miliar atau sekitar Rp 22,2 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 16% dari total nilai ekspor bijih tembaga dan ekspor konsentrat tahun 2022 sebesar US$ 9,24 miliar.
Negara tujuan utama ekspor komoditas tambang mineral adalah China dengan nilai transaksi US$ 326,5 juta. Disusul Jepang dan India dengan nilai pembelian masing-masing US$ 273,3 juta dan US$ 243,5 juta.
Sedangkan nilai ekspor bijih bauksit atau aluminium pada tiga bulan pertama tahun ini sebesar US$ 100 ribu. Negara pengekspor tersebut adalah Korea Selatan dengan total nilai pengapalan US$ 50.000, China US$ 40.000, dan Malaysia US$ 20.000.
Nilai ekspor bauksit pada triwulan I 2023 jauh lebih rendah dibandingkan total nilai transaksi penjualan ekspor periode yang sama tahun 2022 yang mencapai US$ 623 juta atau sekitar Rp 9,33 triliun. China akan menjadi pembeli tunggal bauksit Indonesia sepanjang 2022 dengan total pengapalan hingga 17,84 juta ton. Kondisi ini menyusul langkah Kementerian ESDM yang memastikan larangan ekspor bauksit mulai berlaku Juni 2023.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Pengelolaan Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif memastikan pemerintah akan melarang ekspor komoditas bauksit.
“Belum bilang, tapi nanti dihentikan. Stop ekspor bauksit sudah pasti,” kata Irwandy saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (14/4).
Kementerian ESDM juga memastikan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAB) perusahaan tambang tahun ini dilakukan secara ketat. Hal ini dilakukan melalui tahapan evaluasi terhadap beberapa aspek seperti efisiensi perusahaan, kepatuhan lingkungan, kewajiban teknis terhadap total modal masing-masing pelaku usaha. Selain itu, target produksi bauksit perseroan akan disesuaikan dengan penyesuaian kebijakan larangan ekspor pada Juni 2023 agar tidak terjadi kelebihan pasokan.
Di sisi lain, pemerintah belum memastikan kebijakan larangan ekspor komoditas konsentrat tembaga karena potensi hilangnya pendapatan akibat kebijakan tersebut.
PT Freeport Indonesia (PTFI) melaporkan potensi kerugian pendapatan negara hingga Rp 57 triliun jika pemerintah menghentikan ekspor konsentrat tembaga perseroan tahun ini. Total kerugian penerimaan negara dihitung dalam bentuk pajak, dividen, dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
Juru bicara Freeport, Katri Krisnati, mengatakan larangan ekspor tembaga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional perusahaan yang akan berdampak signifikan terhadap keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang.
“Jika penghentian operasi penambangan PTFI terjadi, potensi hilangnya pendapatan negara melalui pajak, dividen, dan PNBP tahun ini mencapai Rp 57 triliun,” kata Katri melalui pesan singkat WhatsApp, Jumat (14/4).
Lebih lanjut, kata Katri, pemberlakuan larangan ekspor konsentrat tembaga Freeport juga mengakibatkan kerugian pendapatan daerah hingga Rp 8,5 triliun per tahun untuk APBD Kabupaten dan Mimika.
Freeport terus berdialog dengan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk menilai dampak jika larangan ekspor tembaga diberlakukan. Perseroan juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan aturan turunan yang memuat rincian jenis mineral yang boleh dan tidak boleh dijual ke luar negeri dengan pertimbangan tertentu. “Keputusan pelonggaran aturan sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah,” kata Katri.
Freeport telah mendapatkan rekomendasi ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton dari Kementerian ESDM hingga Juni 2023. Keputusan ini sebagai respon atas capaian pembangunan fasilitas pengolahan atau peleburan tembaga baru Freeport yang telah mencapai 54,5% pada akhir Januari 2023. Pencapaian pembangunan smelting yang tercipta di kawasan industri Gresik Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), lebih baik dari target yang ditetapkan sebesar 52,9%.
Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas, permohonan ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton sudah masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKAB) ke Kementerian ESDM tahun ini. “Atas progres tersebut, kami telah menerima rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM sebesar RKAB sebesar 2,3 juta ton, namun dengan jangka waktu hingga Juni 2023,” kata Tony di sela-sela sidang ( RDP) dengan Komisi VII DPR, Senin (27/3).
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pemerintah tidak akan memberikan fleksibilitas berupa perpanjangan kuota ekspor konsentrat tembaga Freeport sebanyak 2,3 juta unit hingga akhir tahun.
Arifin mengatakan, fasilitas izin ekspor ditetapkan maksimal Juni 2023, mengikuti aturan pelarangan ekspor mineral mentah secara serentak sebagaimana diatur dalam UU Minerba 2020.
Hal itu juga menanggapi pernyataan MIND ID bahwa Freeport belum siap menghentikan ekspor konsentrat tembaga pada pertengahan tahun ini untuk mendukung program hilirisasi pemerintah karena pembangunan smelter Gresik tertunda akibat pandemi Covid-19. “Sebenarnya tidak perlu ada relaksasi, prosesnya akan kami selesaikan,” kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (31/3).
