
Pemerintah akan memberikan insentif berupa iuran produksi atau royalti 0% kepada perusahaan tambang yang bergerak di hilir batu bara. Peraturan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker.
Dalam pasal 128A ayat 1 disebutkan bahwa “Pemegang IUP atau IUPK pada tingkat operasi produksi yang melakukan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap penerimaan negara secara wajib”.
Kemudian pada ayat 2 mengatur pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara atas pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara berupa pembebanan biaya produksi/royalti sebesar 0%.
Data Kementerian ESDM menunjukkan, ada beberapa perusahaan batu bara yang berencana melakukan hilirisasi seperti gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), metanol dan batu bara cair.
Perusahaan tersebut merupakan dua anak usaha Bumi Resources yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin. Kemudian ada PT Indominco Mandiri, PT Kideco Jaya Agung, dan perusahaan milik pemerintah PT Bukit Asam atau PTBA.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengelolaan Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, mengatakan, estimasi kebutuhan batu bara untuk proyek hilir enam perusahaan itu sekitar 36 juta ton atau hanya sekitar 5,2 persen. dari target produksi 2023 sebesar 694 juta ton.
Ia juga mengatakan, insentif royalti 0% hanya berlaku untuk batu bara yang masuk ke pabrik pengolahan. “Misalnya, jika perusahaan memproduksi 25 juta ton, 6 juta ton digunakan di hilir. Maka royalti 0% adalah 6 juta ton. Dari segi jumlah, tidak terlalu banyak,” ujarnya, Rabu (4/1).
Namun, perusahaan tersebut harus menyelesaikan proyek hilirisasinya terlebih dahulu sebelum dapat menikmati insentif royalti 0%. Seperti proyek hilirisasi PTBA berupa gasifikasi batu bara yang ditargetkan beroperasi pada 2025 dengan nilai investasi Rp 3 triliun.
Pabrik hilirisasi coal to dimethyl ether (DME) yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan ini akan mengolah 6 juta ton batubara per tahun dan mengolahnya menjadi 1,4 juta ton DME yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
KPC berencana membangun proyek untuk mengolah batu bara menjadi methanol. Proyek yang berlokasi di Bengalon, Kalimantan Timur ini ditargetkan beroperasi pada 2025 dengan kapasitas pengolahan batu bara 5-6,5 juta ton per tahun (GAR 4.200 kcal/kg) menjadi 1,8 juta ton metanol per tahun.
Sementara itu, Arutmin sedang mengerjakan proyek pengolahan batu bara menjadi methanol. Proyek ini ditargetkan beroperasi pada 2025. Berlokasi di Terminal IBT, Pulau Laut, Kalimantan Selatan dan ditargetkan mengolah 6 juta ton batu bara per tahun menjadi 2,8 juta ton metanol per tahun.
Direktur Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan perseroan menyambut baik insentif berupa royalti 0%. “Bumi sedang menjajaki proyek hilir batubara. Rencana kami saat ini akan beroperasi 2-3 tahun dari sekarang,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (3/1).