
Harga batubara terus menurun selama enam bulan terakhir. Harga batu bara di ICE Newcastle Market pada Senin (15/5) berada di level US$ 176,6 per ton, turun 8,7% dari level tertinggi pekan lalu US$ 192,1. Penurunan harga ini juga dirasakan oleh para operator batubara di tanah air.
Meski begitu, pengusaha menilai harga batu bara masih cukup baik. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, meski harga batu bara turun, harga saat ini masih jauh lebih tinggi dari harga rata-rata sepuluh tahun terakhir.
“Harga batu bara diproyeksikan tetap bagus tahun ini,” kata Hendra kepada Katadata.co.id melalui SMS, Senin (15/5).
Menurut dia, ada beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga batu bara antara lain pasokan dan permintaan, cuaca, pertumbuhan ekonomi, isu geopolitik, dan spekulasi perdagangan. Aspek lainnya meliputi bencana alam, kebijakan pemerintah, harga produk substitusi hingga masalah supply chain.
Lebih lanjut, kata Hendra, meski pelaku usaha sudah mengetahui komponen yang membentuk harga batu bara dunia, sulit memprediksi harga batu bara dalam jangka panjang. “Kalau forecast harga sampai akhir tahun sulit diprediksi,” kata Hendra.
Ia yakin masa depan industri batu bara masih cerah meski pemerintah berencana menutup seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada 2050. Permintaan batu bara akan terus berlanjut dalam jangka panjang meski pada 2050 seluruh PLTU berhenti beroperasi.
Menurut Hendra, batu bara masih dibutuhkan untuk industri nonlistrik, salah satunya untuk operasi peleburan. Kebijakan hilirisasi mineral yang terus digalakkan pemerintah membuat pembangunan smelter di tanah air tumbuh subur.
Situasi ini dipandang sebagai pasar potensial bagi penjualan batu bara dalam negeri, meskipun permintaan batu bara di sektor pembangkit listrik mengalami penurunan sejalan dengan komitmen PLN untuk mengurangi bauran energi fosil di sektor ketenagalistrikan.
“Lihat saja permintaan batu bara yang meningkat dari industri non-listrik seperti industri peleburan. Saat ini kita sedang giat membangun smelter nikel, tembaga, bauksit bahkan semen yang terus berkembang, dari kertas hingga pupuk,” Hendra ujar di Mining Zone CNBC pada Kamis (27/4).
Selain itu, permintaan batu bara akan terus dijaga sejalan dengan keputusan pemerintah yang mengizinkan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara yang terintegrasi dengan industri.
Keputusan ini tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
“Namun di sisi lain, jika kita melihat permintaan batu bara dari industri nonlistrik, trennya terus meningkat, karena selama ini belum ada pengganti sumber energi yang dapat diandalkan untuk industri nonlistrik,” ujar Hendra.