
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan progres pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau peleburan bauksit tidak menunjukkan progres yang signifikan, bahkan cenderung kolaps.
Ini berita negatif mengingat pelarangan ekspor bauksit akan diberlakukan pada Juni 2023. “Kemarin kunjungan ke lapangan banyak peleburan yang berantakan, yang diberitakan tidak sesuai dengan yang diberitakan,” ujar Arifin saat ditemui di Kementerian Perindustrian. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral pada Jumat (6/1).
Menurut catatan Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) hingga Juni 2022, terdapat sembilan smelter bauksit yang progres konstruksinya masih dalam tahap konstruksi dengan mayoritas progres konstruksi mencapai 32-50% sesuai target. akan selesai pada tahun 2023.
Dari sembilan smelter tersebut, terdapat satu unit smelter milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHWAR) yang pengerjaan konstruksinya telah mencapai 92,78%. Sebagai catatan, pencapaian ini bukan hasil pembangunan pabrik baru, melainkan proyek perluasan pabrik yang sudah ada di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Untuk mempercepat progres pembangunan smelter, Arifin mengatakan pemerintah akan melakukan kajian terkait pendirian smelter. “Kami sedang mengevaluasi pembangunannya.” kata Arifin.
Dalam kesempatan itu, Arifin menegaskan pemerintah tidak akan memberikan kelonggaran pembangunan pabrik peleburan bauksit tersebut. Pelarangan ekspor bauksit mendesak dilakukan untuk menambah nilai komoditas tambang dalam negeri sekaligus membuka lapangan kerja baru. “Kami terlalu santai,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dari delapan smelter yang disediakan, masih bisa dibangun 12 smelter lagi. “Ketahanan cadangan bauksit RI antara 90-100 tahun,” ujarnya di Istana Merdeka, Rabu (21/12).
40 juta ton bijih bauksit berpotensi tidak terserap
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menilai larangan ekspor bauksit mentah pada pertengahan tahun ini perlu diimbangi dengan akuisisi pabrik pengolahan atau peleburan mineral. Jika tidak, situasi ini menimbulkan kekhawatiran pasokan bijih bauksit akan berlebihan karena tidak dapat diolah.
Ketua Pelaksana APB3I, Ronald Sulistyanto mengatakan, fasilitas pemurnian smelting di dalam negeri tidak cukup untuk mengolah seluruh produksi bijih bauksit yang ada. Menurut catatan APB31, terdapat 28 perusahaan yang aktif dalam kegiatan penambangan bijih bauksit dengan pencapaian produksi rata-rata 2 juta ton per tahun.
Hal ini membuat produksi bijih bauksit setiap tahun rata-rata mencapai 56 juta ton. “Produksinya sama setiap tahun,” kata Ronald saat dihubungi melalui telepon, Kamis (22/12/2022).
Menurut Ronald, ada potensi sekitar 40 juta ton bijih bauksit yang tidak bisa terserap ketika pemerintah memberlakukan kebijakan larangan ekspor.
Angka tersebut muncul dari perhitungan APB3I berdasarkan kapasitas tiga smelter bauksit yang beroperasi, yakni dua Smelter Grade Alumina (SGA), dan satu Smelter dengan output Chemical Grade Alumina (CGA).
Kedua smelter SGA tersebut mampu mengolah 12,5 juta ton bijih bauksit dengan yield alumina hingga 4 juta ton per tahun. Sedangkan Smelter CGA mampu menyerap 750 ribu ton bijih bauksit dengan produksi bauksit olahan sebanyak 300 ribu ton per tahun.
“Masalahnya penyerapan. Kalau terhambat, banyak yang menganggur akibat terhentinya produksi,” ujarnya.
Kondisi pasokan bijih bauksit yang tidak terserap dinilai menimbulkan kerugian ganda. Pasalnya, pelaku usaha menghabiskan rata-rata US$ 1,2 miliar atau Rp 18,6 triliun per tahun untuk belanja modal yang digunakan untuk membangun smelter berkapasitas pengolahan 6 juta ton bijih bauksit hingga 2 juta ton alumina per tahun.
Sebaliknya, pemerintah menyatakan memiliki empat smelter bauksit dengan kapasitas pengolahan atau produksi alumina sebesar 4,3 juta ton per tahun. Kementerian ESDM menargetkan tambahan 9 smelter bauksit beroperasi pada 2023.
Menurut Ronald, target pemerintah untuk bisa membangun 9 smelter bijih bauksit cukup sulit dicapai. Selain kebutuhan dana yang tinggi, sumber pembiayaan atau pinjaman untuk pembangunan smelter bijih bauksit juga sulit.
“Pendanaan susah. Yang punya pemerintah belum siap, apalagi swasta. Rata-rata masih 23%, 25%. Mungkin hanya ANTAM yang bisa menyelesaikannya,” ujar Ronald.