
Mantan Menteri Pertambangan dan Energi periode 1978-1988 pada era Presiden Soeharto, Prof. dr. Subroto meninggal dunia pada Selasa (20/12) pukul 16.25 WIB di Jakarta, dalam usia 99 tahun.
“Beliau telah kembali ke Rahmatullah pada Selasa, 20 Desember 2022 pukul 16.25. WIB di Jakarta pada usia 99 tahun. Prof. dr. Subroto,” tulis kabar duka yang diperoleh Katadata.co.id dari Bimasena, Asosiasi Pertambangan dan Energi yang didirikan dan diketuai Subroto.
Selain menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto juga menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi di Indonesia dari tahun 1971 hingga 1978.
Saat masih menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto terpilih sebagai Presiden Konferensi OPEC. Saat itu Indonesia masih menjadi anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak. Kemudian pada tahun 1988 dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal OPEC.
Profil Subroto
Subroto lahir pada tanggal 19 September 1923 di Kampung Sewu, Surakarta, Jawa Tengah, sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara. Subroto mengenyam pendidikan dasar di HIS, kemudian MULO, kemudian Sekolah Menengah (sekarang SMA Negeri 3 Yogyakarta).
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Subroto mendaftar di PETA, angkatan pertahanan tanah air pada masa pendudukan Jepang, namun ditolak karena dianggap terlalu kurus. Namun pada tanggal 1 November 1945 ia diterima sebagai taruna (taruna) di Akademi Militer Yogyakarta.
Dari angkatan pertama sebanyak 197 orang, ia menjadi lulusan terbaik kedua dan berpangkat Letnan Dua pada tahun 1948. Subroto kemudian memperjuangkan kemerdekaan Indonesia bersama teman-temannya seperti Wiyogo Atmodarminto, Soesilo Soedarman, Himawan Sutanto, Ali Sadikin, Yogi Supardi, dan Sayidiman Suryohadiprodjo. .
Setelah perang berakhir, Subroto kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), lulus ujian propaedeutisch (sarjana tingkat II) pada bulan Februari 1952, dan lulus ujian kandidaat (sarjana tingkat IV – Sarjana) pada bulan Maret 1955.
Selama di kampus ia aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yang mempertemukannya dengan perwakilan McGill University yang berada di Indonesia mencari kandidat yang berminat mengikuti program pertukaran pelajar untuk belajar di McGill University, Montreal, Kanada.
Dia terpilih dan menerima beasiswa penuh untuk program pascasarjana dalam perdagangan luar negeri. Topik tesisnya adalah analisis trade terms dengan studi kasus Indonesia berjudul “Indonesian Trade Regulations After the Second World War”.
Dari situlah ia menyadari betapa pentingnya sumber daya mineral dan bahan bakar fosil bagi perekonomian negara seperti Indonesia.
Setelah mendapatkan gelar Master of Arts dari Universitas McGill pada tahun 1956, ia kembali ke Indonesia untuk mengejar gelar doktor di bidang ekonomi di UI, di mana ia bertemu dengan sekelompok ekonom berbakat dan mulai berkolaborasi dalam ide-ide baru tentang perekonomian Indonesia.
Pada tahun 1958 ia memperoleh gelar doktor di bidang ekonomi dari UI. Selain itu, beliau juga ditugaskan sebagai dosen Seskoad di Bandung, dimana salah satu mahasiswanya adalah Soeharto.
Setelah Soeharto menjadi Presiden, Subroto dan kelompoknya diangkat sebagai penasehat pemerintahan baru. Tugas pertama penasehat adalah menyusun cetak biru perekonomian Indonesia yang akan melahirkan Repelita. Sejak itu dia dan penasihat ekonomi lainnya diangkat sebagai menteri.