
Syarikat Elektrik Negeri (PLN) menghadapi surplus pasokan listrik sebesar 6-7 gigawatt (GW). Salah satu penyebab kelebihan pasokan ini adalah proyek mega power sebesar 35.000 megawatt (MW), atau 35 gigawatt (GW).
“Kami melihat surplus ini karena adanya proyek pembangunan (pembangkit) 35.000 MW. Karena sudah disepakati dan dibangun, surplus 35% karena diasumsikan pertumbuhan konsumsi listrik 6% belum tercapai,” ujar Anggota Badan Energi Nasional Satya Widya Yudha beberapa waktu lalu, Senin (27/9).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan mega proyek 35.000 MW pada Mei 2015. Program ini merupakan salah satu tujuan Nawacita yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis, khususnya kedaulatan energi.
Pencapaian Pertumbuhan Ekonomi Tidak Sesuai Harapan
Sebelumnya, mantan Menteri ESDM Ignatius Jonan sempat mengatakan ketika pemerintah meluncurkan mega proyek pembangkit listrik 35.000 MW, asumsi pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah 8%, namun realisasinya tidak mencapai angka tersebut.
“Asumsi pertumbuhan ekonomi minimal 8%, sampai 2019. Faktanya tidak, 2015 pembangunan ekonomi 4,8%, 2016 5%, 2017 ekspektasi 5,2%, 2018 (target) 5,6%”, demikian dikutip dari halaman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sehingga proyek yang akan dikerjakan menjadi kurang sesuai karena pertumbuhan kebutuhan listrik tidak sesuai dengan perencanaan. Menurut data BPS, pada 2015, saat proyek diluncurkan, pertumbuhan ekonomi hanya 4,88%.
Kemudian pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,02%, kemudian tahun 2017 sebesar 5,07%, tahun 2018 sebesar 5,17%, tahun 2019 sebesar 5,02%. Kemudian pada tahun 2020 perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,02% akibat pandemi Covid-19, dan meningkat menjadi 3,46% pada tahun lalu.
Progres Mega Proyek Pembangkit Listrik 35.000 MW
Proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW masih berlangsung. Pada Januari lalu, Executive Vice President Corporate Communications dan TJSL PLN Agung Murdifi mengatakan PLN akan terus bekerja untuk menyelesaikan target proyek tersebut.
“PLN akan terus berupaya untuk menyelesaikan target proyek sebesar 35 GW dan diharapkan dapat selesai sesuai target yaitu antara tahun 2026 – 2028,” kata Agung awal tahun ini, Minggu (9/1).
Data Kementerian ESDM per Agustus 2021 menunjukkan 10.469 MW dari target 35.000 MW sudah masuk tahap COD atau operasional. Sisanya 17.685 MW sudah memasuki tahap konstruksi, 6.063 MW dalam tahap PPA (Power Purchase Agreement), 839 MW dalam tahap pengadaan, dan 724 MW dalam tahap perencanaan.
Beberapa proyek pembangkit hampir selesai. Seperti proyek pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Jawa-1 yang sudah masuk tahap commissioning sejak tahun lalu.
Sebagai salah satu proyek strategis negara, pembangunan PLTGU berkapasitas 1.760 MW dilaksanakan oleh PT Jawa Satu Power (JSP). JSP sendiri merupakan perusahaan konsorsium PPI, Marubeni dan Sojitz dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) memegang 40%, Marubeni 40% dan Sojitz 20%.
KEMAJUAN PROYEK PENGEMBANGAN PLTGU JAWA 1 (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)
Corporate Secretary JSP, Rangga Irzad Harnindya mengatakan, pembangunan proyek PLTGU Jawa 1 sudah mencapai lebih dari 95% dibandingkan Desember 2021 lalu. Di sisi lain, tahap commissioning juga sudah dimulai sejak tahun lalu dan masih berlanjut.
Surplus Pasokan Listrik PLN Capai 5 GW
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan tahun ini akan ada tambahan pasokan listrik di Pulau Jawa sebesar 6 GW dari proyek 35 GW. Sedangkan tambahan kebutuhan listrik diperkirakan hanya mencapai 800 MW. Artinya ada surplus pasokan listrik sekitar 5 GW.
“PLN saat ini mengalami oversupply yang luar biasa. Akan ada gap yang besar hingga 5 GW antara pasokan dan kebutuhan listrik,” ujarnya, Rabu (23/2).
Dia menambahkan, masalah kelebihan pasokan akan diperparah dengan pembangunan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) yang akan menambah pasokan listrik jika tidak ada permintaan listrik.
Darmawan mencontohkan, salah satu potensi listrik yang besar di Memberamo adalah 23 GW. Menurutnya, ini tantangan besar karena potensi yang besar tidak diimbangi dengan kebutuhan energi yang sama besarnya.
“Ini adalah tantangan yang luar biasa di mana sumber daya energi dan permintaan energi tidak terhubung. Bagaimana cara menyambungkannya, tentu kita perlu membangun sistem penyimpanan energi yang bisa menyalurkan energi ini dalam jarak jauh dan tetap hemat biaya,” ujarnya.
Untuk mengatasi kelebihan pasokan, PLN telah mencoba menegosiasikan ulang tanggal operasi komersial (COD) beberapa proyek pembangkit listrik dengan perusahaan listrik swasta alias independent power producer (IPP).
Renegosiasi jadwal COD pembangkit akan meningkatkan efisiensi PLN sebesar Rp 37 triliun pada 2021. “Kami melakukan renegosiasi kontrak di tengah penurunan konsumsi listrik dan kelebihan suplai listrik. mengambil atau membayar biaya,” kata Darmawan.
Sebelumnya, dia juga mengatakan jadwal COD beberapa proyek pembangkit sempat tertunda karena PLN mengalami kelebihan pasokan listrik. Oleh karena itu, opsi renegosiasi kontrak dengan pengembang listrik swasta akan terus berlanjut.
Untuk meningkatkan penggunaan listrik, pemerintah mendesak program penggantian kompor LPG menjadi kompor listrik induksi yang akhirnya dibatalkan dan mendorong penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas kementerian dan lembaga negara.