
Kementerian ESDM menyebut pengambilalihan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PLN oleh PT Bukit Asam merupakan upaya pemerintah untuk mendapatkan dana transisi energi dari dalam negeri dan membuktikan komitmennya terhadap nol karbon. emisi atau Net Zero Emissions (NZE) 2060.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan komitmen ini diharapkan dapat menarik sumber dana pensiun dini untuk PLTU dari luar negeri melalui beberapa lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB) dan Bank Dunia dengan skema hibah dan pinjaman.
“Ya ini ditangani dari dalam negeri, sekarang harus menunggu di luar negeri,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (21/10).
Arifin pun menilai, langkah PTBA itu langkah berani di tengah kemungkinan harga saham perseroan mengalami volatilitas tinggi setelah muncul kabar pengalihan aset PLTU.
“Ini langkah berani. Lebih baik kita tidak melihat nilai finansial, tapi upaya bersama menurunkan emisi dengan risiko yang kita tanggung bersama,” ujar Arifin.
Arifin menilai pelaksanaan pensiun dini PLTU sebagai hal mendesak yang perlu segera dilakukan, seiring dengan tren pasar yang semakin berkembang yang menginginkan barang dan jasa dari produksi industri dengan emisi minimal.
Langkah awal yang dilakukan PTBA ini diharapkan dapat diikuti oleh pihak lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Nilai transaksi PLTU berkapasitas 3 x 350 mega watt (MW) ini sebesar US$ 800 juta atau sekitar Rp 12,3 triliun.
Selain untuk percepatan pensiun dini pembangkit lama, pendanaan juga akan disalurkan ke PLN untuk membangun pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).
“Seharusnya begitu karena di Jawa banyak industri. Mereka berlomba-lomba meminta sertifikat hijau dan sumber baru listrik hijau untuk kebutuhan energinya,” kata Arifin.
Sebelumnya, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan, Kementerian ESDM sedang berupaya mencari sumber pendanaan untuk pensiun dini PLTU.
Feby mengatakan, pihaknya mendorong penghimpunan dana dari lembaga keuangan dalam negeri dan penggunaan APBN. Langkah ini diambil untuk mengurangi alokasi anggaran APBN untuk pensiun dini PLTU.
“Hanya saja APBN terlalu berat karena sekarang kita tahu kita butuh dana sendiri,” kata Feby saat ditemui di Thamrin Nine Ballroom Jakarta, Kamis (13/10).
12 PLTU Layak Pensiun Dini
Mengacu pada studi Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama University of Maryland, Amerika Serikat (USA) bertajuk Assessing the Retirement Plan and Financial Need for Accelerated and Just Coal Power Phaseout in Indonesia, perkiraan pendanaan untuk Pensiun dini PLTU mencapai US$ 27,5 miliar atau Rp 422 triliun hingga 2050.
Laporan itu juga menyebutkan, ada 12 pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dengan total kapasitas 4,5 gigawatt (GW) yang memenuhi syarat untuk target pensiun dini pada periode 2022 hingga 2023.
Dari 12 PLTU tersebut mayoritas berada di Jawa dan sisanya di Sumatera dan Kalimantan. Berikut ini adalah daftar PLTU yang layak dihentikan atau dipensiunkan menurut versi IESR:
A. PLTU Jawa
1. PLTU Suralaya Banten 1.600 megawatt (MW)
2. PLTU Merak Banten 120 MW
3. PLTU Cilacap Jawa Tengah 600 MW
4. PLTU PLN Paiton Jawa Timur 800 MW
5. PLTU Babelan Cikarang Jawa Barat 280 MW
B. PLTU Sumatera
1. PLTU Bangka Baru Bangka Blitung 60 MW
2. PLTU Tarahan Lampung 100 MW
3. PLTU Ombilin Sumbar 280 MW
4. PLTU Bukit Asam Muara Enim Sumatera Selatan 260 MW
C. PLTU Kalimantan
1. PLTU Asam-asam Kalsel 260 MW
2. PLTU Tabalong Kalsel 200 MW
3. PLTU Tabalong Wisesa, Kalimantan Selatan 60 MW.
Sementara menurut lembaga think tank TransitionZero, Indonesia membutuhkan dana hingga US$ 37 miliar atau setara Rp 568 triliun dengan kurs saat ini, untuk pensiun dini 118 pembangkit listrik tenaga batu bara.
Menurut analisis BN, ada beberapa PLTU yang layak dipensiunkan, antara lain PLTU Asam-Asam di Kalimantan Selatan, PLTU Paiton di Jawa Timur, dan PLTU Suralaya Banten di Banten.