
PT PLN akan menyediakan listrik untuk kebutuhan proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, langkah bisnis ini dapat mengatasi masalah kelebihan pasokan atau kelebihan pasokan listrik.
Darmawan menghitung titik impas selama tiga tahun dari biaya yang dikeluarkan perusahaan. Dalam proyek elektrifikasi kereta api cepat ini, PLN menanggung biaya penyediaan sambungan, transmisi, dan gardu induk yang terpasang di setiap stasiun dari Halim hingga Tegalluar.
“Pelanggan bertambah dan ada peningkatan permintaan di tengah kelebihan kapasitas. Dari tagihan listrik yang masuk ke kami, dalam tiga tahun kami kira akan tutup,” kata Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Senin. (28/ 11).
Dalam proyek KCJB, PLN akan menyediakan empat pasokan listrik traksi tegangan tinggi 150 kilo volt (Kv), empat pasokan listrik stasiun, dan satu depo tegangan menengah. Proyek angkutan massal sepanjang 142 kilometer itu membutuhkan listrik sekitar 260 mega volt ampere (MVA). “Ada biaya pemakaian listrik yang kami bebankan ke PT KCIC. Kami akan memperlakukan mereka seperti pelanggan lainnya,” kata Darmawan.
PT Kereta Api Indonesia China (KCIC) yang merupakan operator kereta api cepat pernah mengajukan harga khusus pasokan listrik dari PLN. Namun, PLN menolak usulan tersebut karena sejauh ini belum ada arahan dari pemerintah yang menyatakan proyek kereta cepat perlu diberikan keringanan harga listrik.
“Benar mereka meminta dispensasi kepada kami, hanya karena kami tidak mendapatkan pesanan, kami akan memperlakukan mereka seperti pelanggan biasa,” kata Darmawan.
Hingga saat ini, PLN masih menanggung kelebihan suplai atau kelebihan pasokan listrik yang dihasilkan dari sejumlah batu bara, gas, dan sumber energi baru terbarukan yang diproduksi di dalam negeri. Sedangkan total listrik di Pulau Jawa tahun depan sudah termasuk tambahan 6.800 megawatt (MW), sedangkan tambahan kebutuhan hanya 800 MW.
Sementara di Sumatera, selama tiga tahun hingga 2025, tambahan kebutuhan listrik sebesar 1,5 giga watt (GW) nampaknya tidak sebanding dengan penambahan kapasitas sebesar 5 GW. Hal yang sama terjadi di Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan.