
Masyarakat dan pengusaha kembali mengeluhkan PT PLN yang dianggap mempersulit pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Atas Bumbung. PLN membatasi pemasangan PLTS hanya 15% dari daya listrik terpasang.
Ketua Asosiasi Tenaga Surya Indonesia atau AESI Fabby Tumiwa mengatakan, pihaknya kerap mendapat keluhan dari kalangan industri dan rumah tangga yang merasa PLN mempersulit mereka untuk memasang PLTS rooftop.
Dia menyebutkan kemungkinan penyebabnya karena PLN mengalami kelebihan pasokan listrik atau excess supply. “Di Kalimantan dan Sumatera sama sekali tidak bisa dipasang PLTS karena PLN punya kelebihan daya. Di Jawa dan Bali pemasangannya dibatasi hanya 15%,” ujar Fabby kepada Katadata.co.id, dikutip Jumat (23/9). .
Selain membatasi, PLN juga meningkatkan kebutuhan instalasi PLTS Rooftop dengan meminta pengguna menambah listrik. “Untuk mendapatkan izin dari PLN, calon pengguna disuruh menambah daya listrik,” ujarnya.
Dalam Permen ESDM (Permanen) Nomor 26 Tahun 2021, pemasangan PLTS rooftop disesuaikan dengan kapasitas maksimal pemasangan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 5.
Misalnya kapasitas listrik sebuah rumah adalah 1.300 Volt Ampere (VA), maka maksimal pemasangan PLTS Rooftop adalah 1.300 VA. Tujuannya agar tidak ada unsur mencari keuntungan bisnis bagi masyarakat.
“Kita dibatasi 15%. Kalau mau pasang 1,5 kWp jadi 2 kWp, naikkan dayanya, naikkan menjadi 7.000 VA. Artinya pelanggan harus membayar biaya lebih tinggi,” ujar Fabby.
Artinya, memasang pembangkit listrik tenaga surya atap tidak akan berdampak pada penghematan. Sehingga pengguna pun memilih untuk membatalkan pemasangan PLTS Atap.
Salah satu pengguna yang memilih mundur dari pemasangan PLTS Rooftop adalah pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi. Dalam cuitannya di akun Twitter @ismailfahmi, ia menyampaikan keluhannya terkait pemasangan PLTS atap yang dibatasi hanya 15% dari listrik terpasang.
“Bulan lalu saya mempelajari prosedur dan kemungkinan membuat PLTS di rumah. Saya sudah menanyakan ke PLN terdekat. Kesimpulannya: selalu kembali kalau mau On Grid,” ujarnya.
Bulan lalu saya meninjau prosedur dan kemungkinan membuat pembangkit listrik tenaga surya di rumah. Saya sudah menanyakan ke PLN terdekat.
Kesimpulan: sering-seringlah mundur jika ingin On Grid. Sangat sulit untuk mendapatkan izin dan hanya dapat 10 hingga 15% dari beban terpasang.
Jika Anda ingin membuatnya Off Grid. Beli baterai sendiri, lebih mahal https://t.co/O55pFe2KLS
— Ismail Fahmi (@ismailfahmi) 21 September 2022
Catu Daya Redundan PLN
PLN saat ini mengalami surplus listrik yang besar. Direktur PLN Darmawan Prasodjo pernah menjelaskan, di Pulau Jawa tahun depan akan ada tambahan pasokan sebesar 6.800 Mega Watt (MW). Sedangkan penambahan kebutuhan hanya 800 MW.
Untuk Sumatera selama 3 tahun sampai 2025, tambahan kebutuhan listrik 1,5 GW. Sedangkan penambahan kapasitas 5 GW. Kalimantan dan Sulawesi Selatan juga mengalami hal yang sama.
“Kelistrikan Indonesia saat ini mengalami kelebihan pasokan. Tahun ini ada sekitar 6,7 gigawatt (GW). Ini kelebihan energi dari batu bara, gas, termasuk EBT (energi terbarukan) yang diproduksi di dalam negeri,” kata Damawan dalam rapat di DPR Juni lalu.
Guna meningkatkan kebutuhan listrik, PLN antara lain menyiapkan strategi meluncurkan konversi 15 juta kompor listrik dengan daya 1.000 watt. Program konversi kompor listrik tahun ini ditargetkan diberikan kepada 300 ribu keluarga penerima manfaat, dan tahun depan akan diberikan kepada 5 juta keluarga penerima manfaat.
Tanggapan PLN atas Hambatan Pemasangan PLTS
Beberapa anggota Komisi VI DPR telah berkomunikasi langsung dengan pimpinan PLN terkait keluhan masyarakat yang kesulitan memasang PLTS Atap.
I Nyoman Parta, anggota Komisi VI dari daerah pemilihan (dapil) Bali, menyatakan sejumlah perusahaan dan rumah tangga di Denpasar merasa PLN mempersulit mereka untuk memasang PLTS rooftop.
Nyoman juga menanyakan alasan PLN menerapkan aturan pemasangan PLTS Atap untuk rumah tangga yang tidak boleh melebihi 15% dari total kapasitas daya terpasang.
“PLN mengeluarkan aturan agar rumah tangga tidak melebihi 15%. Prakteknya seperti itu. Mereka memasang peralatan tetapi PLN tidak mengeluarkan izin sehingga banyak yang diabaikan,” tanya Nyoman kepada Direktur Utama PT PLN, Darmawan. Prasodjo yang hadir di ruang rapat sidang pengadilan Juni lalu.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) khawatir regulasi PLN akan menghambat agenda strategis negara untuk menyediakan sumber listrik alternatif dari energi surya.
Namun, Darmawan menolak menjawab pertanyaan yang diajukan I Nyoman Parta. Darmawan hanya mengatakan akan mengirimkan tanggapan tertulis.
Katadata menanyakan hal yang sama, Darmawan menolak menjawab saat ditanya mengapa PLN membatasi pemasangan PLTS Atap maksimal hanya 15% dari total kapasitas daya listrik terpasang.