
PT Bukit Asam (PTBA) menilai positif langkah pemerintah mengubah formula acuan harga batu bara atau HBA. Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail mengatakan, formula baru HBA dinilai mampu mengurangi selisih antara kewajiban royalti dan harga jual batu bara.
“Menurut kami, HBA kali ini lebih realistis dari sebelumnya,” kata Arsal saat ditemui wartawan di The St Regis Jakarta, Kamis (9/3).
Menurut Arsal, formula penghitungan HBA sebelumnya yang lebih cenderung mengikuti harga batu bara berkalori tinggi yang diproduksi di luar negeri tidak relevan dengan keadaan pasar batu bara Indonesia yang sebagian besar memproduksi batu bara berkalori rendah.
HBA dibentuk dari rata-rata empat indeks seperti Global Coal Newcastle Index (GCNC), Newcastle Export Index (NEX), Platts Index dan Indonesia Coal Index (ICI).
Indeks GCNC, NEX dan Platts merupakan tolak ukur harga batubara di pasar Australia, yang sebagian besar mencakup transaksi batubara kalori tinggi. Sedangkan benchmark indeks batubara Indonesia hanya mengacu pada ICI.
“Ini tidak mencerminkan realisasi di lapangan yang kita miliki. Produksi batu bara kalori tinggi dalam negeri tidak banyak,” kata Arsal.
Sebelumnya, Kementerian ESDM resmi mengubah formula pembentukan harga acuan batu bara (HBA). Kebijakan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM No. 41 Tahun 2023.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara (Minerba), Irwandy Arif menjelaskan, terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata periode penghitungan keempat indeks tersebut.
Penyusunan HBA terbaru akan menggunakan harga indeks dua bulan sebelumnya. Sedangkan formulasi sebelumnya menggunakan perhitungan rata-rata empat indeks sebulan sebelumnya.
Selain itu, perhitungan formulasi HBA yang baru juga menggunakan persentase yang berbeda. Contohnya adalah 70% dari harga bulan ini dan 30% dari harga bulan lalu. Ini juga terjadi sebaliknya.
Perubahan rumusan HBA tersebut bermula dari keluhan para pengusaha yang sulit membayar kewajiban royalti yang lebih tinggi dari harga patokan penjualan batu bara. Pada Februari, harga acuan ditetapkan US$ 277,05 per ton.
Irwandi menjelaskan, acuan harga jual batu bara di dalam negeri didasarkan pada jumlah kalori batu bara. Per 24 Februari, harga jual batu bara 3.400 kkal/kg US$ 47,76 per ton, kalori 3.800 kkal/kg US$ 61,69 per ton, dan kalori 4.200 kkal/kg US$ 74,48 per ton.
Selanjutnya, batu bara dengan kalori 4.700 kkal/kg seharga US$ 93,2 per ton, kalori tinggi 5.500 kkal/kg seharga US$ 125,56 per ton dan kalori 6.000 kkal/kg seharga US$ 193,33 per ton. “Bayangkan, perusahaan membayar royalti US$ 277 per ton tapi mereka hanya bisa menjual dengan harga segitu. Ini tidak seimbang,” kata Irwandy.