
Riset terbaru TransitionZero menyebutkan potensi pengurangan emisi melalui co-combustion of ammonia (NH3) sangat kecil dan tidak sejalan dengan target pencapaian Net Zero Emissions (NZE) Asia Tenggara.
Think tank dari London ini sedang mempelajari tingkat emisi teknologi co-combustion amoniak buatan Jepang yang diekspor ke Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Co-firing adalah teknik penggantian pembakaran batu bara di pembangkit listrik tenaga batu bara yang sebagian diganti dengan bahan lain. Bahan bakar alternatif ini idealnya berasal dari energi yang lebih bersih seperti biomassa, wood pellet, hingga limbah.
Persentase penembakan bersama yang layak secara teknologi saat ini adalah 20%. Sementara itu, peneliti sedang menguji peningkatan hingga 50%. Jadi, secara teori masih belum layak jual beli.
“Namun, pembakaran bersama amonia hanya akan menghasilkan penghematan sederhana dengan biaya pengurangan yang sangat mahal,” kata Analis TransitionZero Joo Yeow Lee dalam pernyataan resmi.
Lee mengatakan penggunaan amonia justru menghasilkan emisi lebih besar dibandingkan gas. TransitionZero menyatakan bahwa campuran co-combustion amonia 20% di Indonesia akan menghasilkan emisi 44% lebih besar daripada gas.
Di Malaysia, emisi amonia bahkan 94% lebih tinggi dari gas. Sedangkan di Thailand sebanyak 77% dan Filipina sebanyak 60%.
“Jika Indonesia, Filipina, Malaysia atau Thailand mengalihkan seluruh armada batu bara mereka untuk menggunakan amonia 20% atau 50%, mereka masih harus menutup atau mengurangi pembangkit listrik mereka dalam beberapa tahun untuk mencapai target NZE,” katanya. Ya
Padahal, solusi ini sebenarnya tidak sejalan dengan target pengurangan emisi dari sektor ketenagalistrikan pada 2030 yang tertuang dalam skenario NZE. Amoniak justru dapat memperburuk kondisi lingkungan. Temuan TransitionZero menunjukkan implementasinya dapat membuat aset terlantar atau aset yang tidak dapat digunakan lagi.
Indonesia telah menjajaki kerja sama co-insinerasi amoniak dengan Jepang. Syarikat Elektrik Negeri (PLN) menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan listrik Jepang JERA dan Mitsubishi Heavy Industries (MHI) pada November 2022. PLN dan MHI kemudian melakukan studi kelayakan bersama amoniak co-fired untuk PLTU Suralaya unit 5-7 .
“Kerja sama ini mendukung upaya percepatan transisi energi dengan meningkatkan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) serta pengurangan emisi karbon di sektor ketenagalistrikan,” ujar Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto dikutip dari siaran pers, Kamis (3/11/2022).
Analisis TransitionZero menunjukkan bahwa energi terbarukan seperti matahari dan angin sebenarnya lebih efektif dalam mengurangi emisi. Tidak hanya itu, kedua energi ini menunjukkan biaya pengurangan yang lebih rendah di keempat negara tersebut.