
Pemerintah akan memberikan royalti 0% kepada perusahaan yang melakukan kegiatan hilirisasi batubara. Namun, tidak semua kegiatan pengolahan mendapatkan insentif biaya produksi ini.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengelolaan Mineral dan Batubara (Minerba), Irwandy Arif mengatakan, royalti 0% hanya berlaku untuk batu bara yang masuk ke pabrik pengolahan.
“Jadi misalnya perusahaan punya produksi 25 juta ton, maka 6 juta ton akan digunakan untuk hilirisasi. Jadi royalti 0% yang bisa diberikan adalah 6 juta ton,” kata Irwandy di Jakarta, Rabu (4/1). . .
Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 128A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Lapangan Kerja atau Perppu Ciptaker yang dikukuhkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022.
Irwandy mengatakan, sejauh ini sudah ada enam perusahaan yang mulai berencana merambah bisnis hilir emas hitam ke produk olahan lebih lanjut seperti gasifikasi batu bara atau Dimethyl Ether (DME), metanol dan batu bara cair.
Perusahaan tersebut meliputi dua anak usaha Bumi Resources yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin. Selain itu, ada PT Indominco Mandiri dan PT Kideco Jaya Agung serta perusahaan tambang batu bara milik pemerintah PT Bukit Asam atau PTBA.
Irwandi mengatakan, estimasi kebutuhan batu bara untuk proyek hilir masih sebesar 36 juta ton per tahun yang terbagi dalam enam perusahaan. Angka penyerapan batubara hilir ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan target produksi batubara tahun 2023 yang mencapai 694 juta ton.
“Jadi kalau dilihat angkanya tidak terlalu banyak,” kata Irwandi.
Proyek gasifikasi batu bara yang direncanakan PTBA masih dalam tahap konstruksi dan ditargetkan selesai dalam beberapa tahun ke depan. Program hilirisasi batu bara yang diberikan perseroan merupakan bentuk komitmen perseroan terhadap terbitnya Perpres Nomor 109 Tahun 2020.
Dengan konsumsi batu bara 6 juta ton per tahun, proyek hilirisasi ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun yang bertujuan untuk mengimpor LPG 1 juta ton per tahun.
“Memang tidak banyak perusahaan yang merencanakan hilirisasi, dan tentunya akan diberikan izin untuk melakukan hilirisasi jika studi kelayakan menguntungkan,” kata Irwandy.
Adapun teknis pengenaan royalti batubara diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2022. Dalam peraturan ini, pemerintah menetapkan tarif royalti tergantung pada kandungan kalori batubara dan harga acuan batubara (HBA).
Untuk tarif royalti batu bara dengan kalori di bawah 4.200 Kkal per kilogram dengan HBA kurang dari US$ 70 per ton, pemerintah menetapkan royalti sebesar 5% dari harga batu bara.
Biaya produksi ini akan naik menjadi 6% dari harga jika HBA US$ 70-US$ 90 per ton. Sedangkan jika HBA melebihi US$ 90 per ton, pelaku usaha dikenakan biaya produksi sebesar 8% dari harga.
Sementara tarif royalti untuk batu bara dengan kalori di atas 4.200-5.200 Kcal per kilogram dengan HBA kurang dari US$70, pemerintah menetapkan batas royalti sebesar 7% dari harga.
Kemudian untuk HBA yang harganya US$ 70 – US$ 90 per ton, ditetapkan fee sebesar 8,5% dari harga dan jika HBA melebihi US$ 90, maka fee ditetapkan sebesar 10,5% dari harga.
Selanjutnya, untuk kadar kalori lebih dari 5.200 Kkal per kilogram dengan HBA kurang dari US$ 70 per ton, ditetapkan royalti sebesar 9,5% dari harga. Sedangkan untuk HBA US$ 70 sampai dengan US$ 90 dikenakan tarif royalti sebesar 11,5% dan untuk HBA lebih dari US$ 90 dikenakan royalti sebesar 13,5% dari harga.