
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengendurkan ekspor lima jenis mineral logam hingga Mei 2024. Kelima mineral tersebut merupakan konsentrat tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda dari pemurnian tembaga.
Relaksasi ekspor ini merupakan upaya untuk mengurangi dampak negatif larangan ekspor mineral mentah yang akan berlaku mulai 10 Juni 2023 yang diamanatkan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), serta memberikan kesempatan kepada perusahaan terkait untuk menyelesaikan proyek peleburan. .
Kementerian ESDM sedang menyusun Peraturan Menteri (Permen) sebagai instrumen hukum untuk memperpanjang izin ekspor, agar tidak melanggar UU Minerba. Pasal 170A UU Minerba mengatur ekspor produk mineral mentah berlaku paling lama tiga tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan.
Pengesahan peraturan menteri tersebut membuka peluang bagi beberapa perusahaan untuk mendapatkan relaksasi ekspor mineral mentah, antara lain PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara untuk konsentrat tembaga, PT Sebuku Iron Lateritic Ores sebagai perusahaan pemurnian mineral besi. .
Kemudian PT Kapuas Prima Citra sebagai entitas pertambangan komoditas utama dan PT Kobar Lamandau Mineral sebagai perusahaan yang bergerak di pertambangan komoditas seng.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, draf aturan tersebut akan memberi kesempatan kepada perusahaan untuk menjual hasil olahannya ke luar negeri hingga Mei 2024. Penunjukan lima perusahaan tersebut didasarkan pada tingkat kemajuan fasilitas pemurnian yang sudah mencapai 50%. pada Januari 2023.
“Peluang pemegang izin usaha pertambangan mineral logam untuk menjual hasil pengolahan ke luar negeri hingga Mei 2024 terbatas pada komoditas tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda hasil pemurnian tembaga,” kata Arifin dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi VII DPR pada Rabu (24/5).
Arifin juga mengatakan perpanjangan izin ekspor bisa dibatalkan jika pembangunan smelter tidak menunjukkan progres yang diharapkan.
Berdasarkan laporan verifikator independen, progres fisik pembangunan smelter tembaga Freeport dan Amman Mineral masing-masing mencapai 54,5% dan 51,6% pada Januari 2023. Sedangkan status progres fasilitas pemurnian besi milik PT Sebuku Iron Lateritic Ores sudah mencapai 89,79%. .
Kemudian progres fasilitas pemurnian timbal dan seng milik PT Kapuas Prima Citra dan PT Kobar Lamandau Mineral masing-masing sebesar 100% dan 89,65%.
Selain pemberian izin perpanjangan masa ekspor, pemerintah juga akan mengenakan denda administrasi dan bea keluar bagi lima perusahaan tersebut.
Freeport mengatakan smelter baru mereka dapat beroperasi penuh pada Desember 2024. Sementara itu, Amman Mineral memperkirakan commissioning smelter akan dilakukan pada Juli 2024 dan beroperasi dengan kapasitas 60% pada Desember 2024.
Pengenaan denda administrasi mengacu pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen) No. 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Administratif atas Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam Dalam Negeri.
Pengenaan denda administrasi atas keterlambatan fasilitas pemurnian adalah sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ekspor untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak dari Pandemi Covid-19.
Badan Usaha Pertambangan IUP dan IUPK yang mengekspor dalam jangka waktu diperpanjang akan dikenakan denda yang diatur oleh Kementerian Keuangan.
“Selain itu, memberlakukan pembatasan terhadap badan usaha berupa penempatan jaminan serius sebesar 5% dari total penjualan periode 2019-2022. Ini dalam rekening bersama, dan jika pada 10 Juni 2024 tidak mencapai 90 % dari target itu maka jaminan serius masuk ke kas negara,” kata Arifin.
Relaksasi Ekspor Mineral Melalui Peraturan Menteri Melanggar UU Minerba
Di sisi lain, langkah Kementerian ESDM yang mengeluarkan Menteri ESDM sebagai payung hukum perpanjangan jangka waktu izin ekspor pertambangan hingga Mei 2024 dinilai melanggar UU Minerba.
Pakar Hukum Energi dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Indria Wahyuni mengatakan, regulasi dalam permen merupakan instrumen untuk memperjuangkan substansi undang-undang.
“Prinsip manisan memang seperti itu, jadi tidak boleh ada manisan yang substansinya melawan hukum,” ujar Indria kepada Katadata.co.id saat dihubungi melalui telepon, Jumat (5/5).
Dia menjelaskan antitesis terhadap materi yang diabadikan dalam undang-undang dapat dilakukan melalui pengesahan peraturan yang disetujui langsung oleh Presiden seperti Peraturan Presiden (Perpes) dan Peraturan Pemerintah (PP).
Pasalnya, undang-undang merupakan peraturan yang disetujui langsung oleh presiden. Sedangkan peraturan menteri adalah peraturan yang ditetapkan oleh legislatif. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Kalau pemerintah ingin melonggarkan izin ekspor tembaga, maka bentuk undang-undangnya bukan Permen ESDM, minimal Perpres karena itu kewenangan garis presiden,” kata Indria.