
Sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba), khususnya terkait pertambangan tanpa izin (PETI) atau penambangan liar mendominasi sebagian besar perkara yang masuk dan diputus oleh pengadilan sepanjang tahun 2022.
Hal itu berdasarkan temuan Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) terkait pemetaan kasus hukum di sektor energi dan pertambangan. Temuan ini menegaskan bahwa situasi kegiatan penambangan liar saat ini sudah dalam situasi yang memprihatinkan.
“Kegiatan PETI sangat kompleks. Melibatkan berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab. Kami mendorong pemerintah untuk mengambil sikap terhadap kegiatan ilegal ini,” kata Peneliti PUSHEP M. Wirdan Syaifullah dalam siaran pers, Kamis (26/1).
Menurut Wirdan, rumitnya penambangan liar terjadi karena diduga ada keterlibatan elite pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi. Selain itu, kegiatan tersebut juga cenderung dilindungi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, mulai dari yang berpangkat rendah hingga yang berbintang lima.
Kegiatan penambangan tanpa izin cenderung dibiarkan tanpa penegakan hukum yang tegas. Parahnya, hukuman atau sanksi yang diberikan kepada pelaku sangat lemah dan tidak menimbulkan efek jera, kata Wirdan.
Wirdan menambahkan, banyak pertambangan ilegal yang terjadi di wilayah yang memiliki potensi besar untuk pertambangan mineral, kegiatannya dilakukan secara terbuka, dan pelakunya tampak tidak takut menambang tanpa izin.
“Negara seolah tak berdaya melawan mafia pertambangan. Hal ini sangat merugikan negara. Sumber daya alam musnah. Kehilangan pendapatan negara. Ini merupakan masalah serius dalam tata kelola pertambangan Indonesia yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak,” ujarnya.
Hukuman cenderung ringan
Berdasarkan hasil pemantauan dan penelusuran di website MA melalui Direktori Putusan MA, ditemukan 418 kasus di sektor Pertambangan Mineral dan Migas. Kasus-kasus ini berkisar dari Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung.
Wirdan mengatakan, berbagai jenis kasus ditemukan mulai dari kasus pidana, kasus perdata, sengketa tata usaha negara atau sengketa hubungan industrial. Dalam penggeledahan, ditemukan kasus pidana lebih banyak dibandingkan jenis kasus lain seperti sengketa perdata atau tata usaha negara.
Dikatakannya, ada hal yang menarik, umumnya para terdakwa divonis relatif ringan dibandingkan dengan vonis yang dijatuhkan kepada mereka.
Misalnya, kegiatan pertambangan tanpa izin bisa dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp 100 miliar. Namun dalam putusan tersebut, terdakwa hanya divonis kurang dari 1 tahun penjara.
Lebih lanjut Wirdan menjelaskan, ada sekitar 213 kasus tindak pidana Minerba dengan pidana penjara kurang dari 1 tahun dan hanya sekitar 51 kasus dengan pidana penjara lebih dari 1 tahun.
Selain itu, ditemukan juga bahwa hukuman yang paling rendah dijatuhkan yaitu pada putusan no. 6/Pid.Sus/2022/PN Amp dengan pidana penjara 1 bulan 15 hari.